“Kenapa sih
Mama selalu seperti itu, kayak gak pernah muda aja, sebeeeelllll, huh!”
gerutuku di sela-sela isak tangisku.
“Tok..tok..tok..tok.. Rantiiii… buka pintunya Nak, Mama mau ngomong..”
“Ranti, Mama ngomong begini bukan berarti
Mama gak pernah muda, karena Mama pernah jadi muda makanya Mama bisa ngomong seperti ini. Mama gak mau kamu nyesal
nantinya....”
Suara Mamaku terdengar parau
di balik pintu kamarku. Ada rasa sesal dalam hatiku, kenapa aku membuat Mamaku
ngomel-ngomel tadi. Setahuku Mama bukan tipe seorang ibu yang pemarah karena
sejak aku kecil hingga saat ini Mama tidak pernah marah. Mamaku lebih memilih
untuk memberi nasihat pelan-pelan dari pada marah. Hal itu juga yang membuat
hampir semua sahabatku di SMA suka curhat sama Mamaku, bahkan lebih dari pada
kepada ibu mereka.
“Tapi Mama bukan berarti bisa
memarahiku seperti itu kan..? Mama yang gak ngertiin aku, anaknya yang uda
gedhe ini... Pokoknya Mama yang salah, Mama yang harus minta maaf sama aku,
titik”
Masih aku menggerutu membela
diriku. Tapi setelah aku ucapkan kata-kataku, tangisku malah semakin menjadi.
Terbayang di mataku, Mama yang sedih mendengar kata-kata kasarku tadi di depan
pintu. Kata-kata itu pun terngiang kembali di telingaku seperti kaset yang
sedang diputar ulang...
“Rantiiii.... anak gadis kok pulang
jam segini, dari mana saja kamu? Tahu gak sih kalau Mama nungguin kamu sejak
sore tadi?”
“Aaahhhh apa sih Mama, kenapa sih
sejak Ranti kuliah Mama kayak gak suka gitu kayak Mama gak pernah jadi orang
muda. Biasalah Ma kalau Ranti pulang jam 1 an gini, lagi pula Ranti udah bawa
kunci duplikat Mama gak usah nugguin Ranti pulang. Lagi pula apa salahnya toh
juga malam minggu. Ranti tuh udah gedhe Mama.... temen Ranti juga udah banyak
gak cuma dari kota ini aja, salah kalo Ranti tambah temen, salah kalo Ranti
ikut gaul bareng mereka? Ranti malu Ma dibilang anak cupu yang gak gaul karena
nurutin kemauan Mama yang kuno terus-terusan....”
“Rantiiiii!!!!!!!............. Dari
mana kamu belajar bersikap seperti itu sama Mama......”
Baru secuil kata-kata Mama
yang aku dengar aku langsung meninggalkan Mama berdiri di belakangku dan
berlindung di dalam kamar ini. Ruang inilah yang akhir-akhir ini menjadi tempat
pelarian keduaku selain di luar rumah saat Mama dah mulai ngomel karena
kegiatanku.
Terbayang wajah sedih Mamaku
yang terakhir aku lihat malam ini. Perasaanku makin gak tenang, aku masih ingat
saat-saat senyum Mama menghantarku pergi ke kamar sebelum aku tidur. Tiba-tiba
aku kangen senyum itu..
“Pasti Mama punya maksud baik dengan
tegurannya tadi,... lebih tepatnya minggu-minggu ini Mama sering menegurku.
Tapi apa yang salah, dimana yang salah? Padahal Mama bilang supaya aku harus
kenal banyak orang...huhuhu.”
Aku bergulat dengan pikiranku
sendiri, membandingkan semua fakta seperti apa Mamaku dan bagaimana sikapku
akhir-akhir ini pada Mama.
“Huhuhu... aku harus cari tahu, aku
gak mau kehilangan senyum Mama di hidupku karena hal ini.”
Aku menghapus air mataku dan
bergegas menemui Mama. Pintu kamar kubuka pelan-pelan dan aku berjalan ke kamar
Mama yang berhadapan dengan kamarku.
“Deegg!!”
Jantungku berdebar begitu
melihat pintu kamar Mama yang di cat warna krem, warna yang hangat seperti
pribadi Mama. Mataku berkaca-kaca lagi, membuat langkahku terhenti tepat di
depan pintu kamar Mama. Kuseka air mata yang mulai mengalir lagi sambil
mengatur nafasku sebelum kuketuk pintu itu. Sayup-sayup aku dengar suara Mama
berbicara sambil terisak-isak. Hatiku jadi merasa sakit mendengar orang tua
tunggalku itu menangis, aku jadi ingat janjiku 10 tahun yang lalu waktu Papa
meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Hari itu aku berjanji bahwa aku tidak
akan membuat Mama menangis lagi selain tangisan bahagia atas keberhasilan
belajarku. Tapi hari ini aku sudah melanggar janjiku sendiri
Aku kaget menyadari
kesalahanku, air mataku kembali mengalir. Makin mantap aku untuk bergegas minta
maaf sama Mama. Pelan-pelan kuayun pegangan pintu kamar Mama dan kudorong
pintunya. Di balik pintu kamar, Mama duduk di sisi tempat tidur.. Bibir mama
komat-kamit seperti sedang berdoa. Aku tetap berdiri di tempat menunggu Mama
selesai berdoa. Setelah selesai berdoa, Mama menoleh ke arahku dan tersenyum
“Ranti.. sini duduk dekat Mama. Mama tahu,
kamu pasti ingin mendengar alasan Mama melarang kamu ini dan itu..”
Keramahan Mama menyambutku.
Inilah Mama yang aku kenal, selalu tahu kapan aku memerlukan jawaban. Akupun
berjalan mendekati Mama tanpa ragu, kupandang mata Mama yang bening dan tulus. Aku
melihat cahaya kasihnya untukku di sana, mata yang tegar menghadapi segala
polah tingkahku hari-hari ini. Sekaranglah saatnya, semua akan menjadi jelas.
Aku lihat senyum Mama mengembang menyambut tubuhku di dekatnya. Kami
berpandangan, ada keteduhan kurasakan dalam hatiku saat kulihat mata Mamaku.
Dia menggenggam tanganku dan mengelus kepalaku dengan lembut
“Hhhh...maaf ya Ranti sayang, Mama
kurang memperhatikan perkembanganmu. Mama baru menyadarinya dan langsung
membatasimu tanpa memberi tahu alasannya.”
Air mataku mengalir, aku tak
kuasa menahan tangis di hadapan Mama. Aku membenamkan tubuhku di pelukan Mama,
rasanya hangat sekali.
“Bukan berarti Mama melarangmu bergaul tetapi
ada hal-hal yang harus Ranti mengerti dan Ranti pegang erat-erat hal itu seumur
hidup, agar Ranti tidak tersesat dan menyesalinya.”
Aku mendengar Mama berkata
dengan lembut di dekat telingaku sambil membelai rambutku. Aku merenggangkan
pelukanku dan menghela nafas untuk siap-siap berargumen dengan Mama
“Ma.. Ranti cuma pengin gak dianggep
kuper sama temen-temen hanya karena gak ikut acara mereka, Ranti mau diterima
sebagai teman.”
Mamaku diam tak menjawab tapi
matanya tetap menatapku, seakan tahu apa yang aku ungkapkan itu belum selesai
semua.
“Ranti cuma bingung bagaimana
Ranti bisa diterima oleh teman-teman Ranti yang baru? Ranti gak suka dibilang
jadul, kuno karena gak gaul kayak mereka.”
“Menurut Ranti gaul itu kayak
gimana?”
Pertanyaan Mama membuatku
berpikir, apa yang aku lihat dan aku pahami selama ini.
“Uhhmmm... Gaul itu berarti gak
ketinggalan jaman... banyak teman... Uhhhmmm.... tahu banyak hal.. begitu Ma?”
“Nah itu tahu... Ranti pinter kok,
tahu bagaimana menjelaskannya. Bener Ranti, gaul itu punya wawasan luas, tahu
banyak hal baik itu yang buruk maupun dan bisa ambil sikap serta memutuskan
segala hal dengan bijaksana. “ tambah Mama sambil mengecup keningku.
“Selama Ranti pulang malam, ada keuntungannya buat Ranti
nda?”
Pertanyaan Mama kembali
membuatku merenungkan sesuatu..
“Uhhmmm...selama hari-hari terakhir
ini Ranti ngerasa cepet capek Ma, gak bisa bangun pagi. tugas-tugas kuliah jadi
gak selesai semuanya, trus waktu kuliah jadi ngerasa ngantuk terus.” Jawabku
“Ma apa itu alasannya ya? Tapi Ranti
seneng, rasanya have fun bareng
temen-temen...” selidikku
“Kalau mau maen kenapa harus sampe
malem? Padahal kalian masih kuliah, masih harus menyelesaikan tugas, belum lagi
belajar untuk ujian dan sebagainya. Kalau waktu bisa dipakai untuk hal-hal yang
lebih bermanfaat kenapa malah mempergunakan waktu untuk have fun gak jelas? Bukannya itu berarti kalian harus kerja dua
kali dari waktu yang sebenarnya bisa dipakai?
Aku manggut-manggut
menyetujui apa yang dipaparkan Mama. Pikirku bener juga apa yang Mama bilang,
mau jadi gaul kok malah neko-neko
bikin capek di badan apalagi semua kerjaan jadi gak selesai gara-gara have fun gak jelas.
“Coba kalau kalian pakai waktu kalian
dengan belajar bareng di rumah misalnya, atau ikut kegiatan ekstrakulikuler di
kampus, setahu Mama banyak macamnya dan sepertinya sangat menarik.” Mamaku
mulai berpendapat.
“Uhhmmm... bukankah lebih bagus kalau
kalian gaul dengan menunjukkan prestasi kalian? Makin bermanfaat kan?”
tambahnya.
“Usulan Mama bener juga. Banyak
kegiatan yang menarik di kampus Ma, yang tentunya akan semakin menambah
wawasanku. Jadi Rinta sama temen-temen gak cuma belajar di kelas tapi juga bisa
mengembangkan bakat di berbagai ekstrakulikuler di kampus. “ pikiranku mulai
terbuka dengan apa yang seharusnya sudah bisa kulihat di dunia kampus.
“Uhhhmmm Mama... Maafin Rinta ya Ma,
udah buat Mama sedih... makasih Mama udah sabar sama Rinta beberapa waktu
ini...” kataku tulus.
“udah... Mama udah maafin semua, Mama
tahu kok kalau Rinta belum ngerti harus bersikap apa, bersyukurnya Rinta bisa
memperbaiki sikap Rinta sebelum terlambat.” Kata Mama sambil memegang bahuku
Aku peluk Mamaku erat-erat. Wuaaahhh....
lega rasanya aku hari ini semua menjadi jelas, apa yang mengganjal diantara aku
dan Mama sudah tidak ada lagi. Aku tahu, aku percaya apa yang menjadi larangan
dari Mama itu berarti Mama punya maksud baik buatku.
Solo, 5 Agustus 201217.10
WIB
Komentar
Posting Komentar